KUMPULAN MAKALAH
Selasa, 10 Mei 2016
Rabu, 13 Agustus 2014
Makalah Cacing Pada Ayam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia perunggasan di negara kita, memang sudah
banyak menciptakan peluang bisnis. Hal ini disebabkan karena bisnis perunggasan
bisa dijangkau masyarakat kalangan bawah, dapat dipelihara oleh masyarakat atau
peternak dengan lahan yang cukup kecil, kapital “demand power” yang cukup kuat,
menyebabkan ternak ini lebih cepat perkembangannya dibandingkan dengan
perkembangan ternak lain. Demikian Situs Komunitas Dokter Hewan Indonesia
menyatakan,. Namun, menurut mereka, para peternak tidak sedikit mengalami
hambatan dan rintangan selain harga pakan yang terus naik, obat-obatan yang
cukup mahal juga adanya berbagai macam penyakit yang sering menyerang ternak.
Salah satu penyakit pada ayam yang sering ditemui adalah askaridiasis. Penyakit
ini disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides yang menyerang usus halus
bagian tengah. Cacing ini menyebabkan keradangan dibagian usus yang disebut
hemorrhagic. Larva cacing ini berukuran sekitar 7 mm dan dapat ditemukan
diselaput lendir usus. Parasit ini juga dapat ditemukan dibagian albumen dari
telur ayam yang terinfeksi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu :
1. Bagaimanakah potensi ayam untuk
terkena parasit ?
2. Apa sajakah parasit yang dapat
menyerang ayam dan bagaimana penanggulanganya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menunjukan potensi ayam untuk terkena parasit
dan parasit apa saja yang dapat menyerang ayam dan bagaimana cara
penanggulanganya.
1.4 Hipotesis
Masalah utama yang dialami
peternak ayam adalah parasit, diantaranya adalah cacing.
Cacing adalah parasit yang paling
sering menyerang ayam, yang bisa membuat ayam kurus bahkan mengakibatkan
kematian pada ayam yang terserang.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Cacing
Nemathelminthes umumnya cacing yg hidupnya parasit dan
merugikan manusia, pada umumnya merugikan, sebab parasit pada manusia maupun
hewan, kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.
Nemathelminthes ( cacing gilig), contohnya Ascaris lumbricoides. Sering disebut
cacing perut atau cacing usus atau cacing gelang. Parasit pada usus halus
manusia, hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan
yang baik namun tidak ada sistem peredaran darah. Contoh cacing gilik : cacing
askaris, cacing akarm cacing tambang, cacing filaria. Nemathelminthes hampir
seluruhnya mempunyai akibat yg buruk jika memasuki tubuh mahluk hidup lainnya.
Contoh cacing Ascaris lumbricoides merupakan cacing perut yg menghisap sari
makanan dari manusia. Jadi selain pengurai annelida seringkali malah menjadi
parasit pada tubuh manusia atau hewan
2.2 Ciri-Ciri
Nemathelminthes berasal dari kata Nemathos = benang;
Helminthes = cacing. Jadi pengertian Nemathelminthes adalah cacing yang berbentuk
benang atau gilig.
1. Tubuh berbentuk gilig atau seperti
batang dan tidak bersegmen, mempunyai selom semu (pseudoselomata),
tripoblastik. Permukaan tubuh dilapisi kutikula sehingga tampak mengkilat.
2. Saluran pencernaan sempurna mulai
dari mulut sampai anus. Beberapa jenis diantaranya memiliki kait.
3. Sistem respirasi melalui permukaan
tubuh secara difusi.
4. Saluran peredaran darah tidak ada,
tetapi cacing ini mempunyai cairan yang fungsinya menyerupai darah.
5. Sistem reproduksi :
Alat
kelamin terpisah, cacing betina lebih besar dari cacing jantan dan yang jantan
mempunyai ujung berkait (gambar 1). Gonad berhubungan dengan saluran alat
kelamin, dan telur dilapisi oleh kulit yang terbuat dari kitin. Hewan ini tidak
berkembangbiak secara aseksual
6. Habitat
Sebagian besar hewan ini hidup bebas dalam air dan tanah, tetapi ada juga
sebagai parasit dalam tanah, yakni merusak tanaman atau dalam saluran
pencernaan
Sebagian besar hewan ini hidup bebas dalam air dan tanah, tetapi ada juga
sebagai parasit dalam tanah, yakni merusak tanaman atau dalam saluran
pencernaan
BAB
III
PROSES
PENELITIAN
3.1 Alat
dan Bahan
1. Alat :
1) Pisau
2) Ember/baskom
3) Sarung tangan karet/plastik
4) Masker
5) Lup/kaca pembesar (karena tidak ada
mikroskop)
2. Bahan :
1) Ayam
2) Air secukupnya
3.2 Metoda
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metoda :
1. Melakukan pembuktian langsung dengan
cara meneliti ayam secara langsung.
2. Meneliti hasil penelitian/percobaan.
3. Mengmpulkan data dari sumber lain
seperti media informatika untuk menambah pengetahuan dan mendukung hasil
penelitian
3.3 Proses
Penelitian
Proses penelitian adalah dengan
terjun langsung membuktikan diri untuk meneliti parasit pada ayam :
1. Potong/sembelih ayam terlebih
dahulu, lalu bersihkan bulu ayam dengan air panas.
2. Belah bagian perut ayam lalu ambil
bagian yang akan diteliti seperti kepala, daging dan usus ayam
3. Bersihkan dengan air
4. Buka bagian-bagian kepal, daging dan
usus ayam itu kemudian mulailah menelitinya dengan LUP.
5. Catat hasil penelitian
6. Simpulkan
7. Setelah selesai bersihkan tubuh kita
dengan mandi agar parasit pada ayam tidak menular ke tubuh kita
BAB IV
ANALISIS PENELITIAN
4.1 Hasil
Penelitian
Setelah dilakukan penelitian maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ternyata pada usus ayam banyak
sekali terdapat parasit khususnya cacing.
2. Di bagian lain seperti kepala ayam
juga ditemukan khususnya pada mata ayam.
3. Cacing itu sejenis cacing kawat dan
cacing Pita yang lain saya tidak tahu jenis apa cacing itu.
4. Terdapat juga parasit seperti kutil
pada ayam.
4.2 . Pencegahan Parasit pada Ayam
·
Pemberian
obat cacing
Pengobatan akan sia-sia jika penyakit cacingan sudah parah.
Sebaiknya dilakukan pengobatan secara rutin untuk memotong siklus hidup cacing.
Seperti cacing nematoda dengan siklus hidup kurang lebih satu setengah bulan,
maka diberikan pengobatan dua bulan sekali, begitu juga dengan cestoda.
Pemberian obat cacing pada ayam layer sebaiknya diberikan pada umur 8 minggu
dan diulang sebelum ayam naik ke kandang baterai. Sedangkan pada ayam broiler
jarang diberikan anthelmintika karena masa hidupnya pendek.
·
Melakukan
sanitasi
Kandang dan peralatan peternakan meliputi kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot dengan desinfektan serta memotong rumput disekitar area peternakan.
Kandang dan peralatan peternakan meliputi kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot dengan desinfektan serta memotong rumput disekitar area peternakan.
·
Mengurangi
kepadatan kandang
Karena
dapat memberi peluang yang tinggi bagi infestasi cacing.
·
Pemberian
ransum dengan kandungan mineral dan protein yang cukup untuk menjaga daya tahan
tubuh tetap baik.
·
Mencegah
kandang becek, seperti menjaga litter tetap kering, tidak menggumpal dan tidak
lembab.
·
Peternakan
dikelola dengan baik seperti mengatur jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu
padat, ventilasi kandang cukup dan dilakukan sistem “all in all out”.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum ditemukan beberapa
parasit pada ayam terutama ditemukan Ascaris lumbricoides yang berukuran
bermacam – macam anatra 5 cm – 30 cm. cacing ini banyak ditemukan di dalam
tubuh ayam terutama di bagian usus dari ayam. Cacing ini sepanjang pengamatan
ditemukan dalam berbagai ukuran baik jantan maupun betina, selain itu banyak
juga ditemukan masih dalam bentuk terlur atau lava dalam tubuh ayam terutama di
bagian usus dari ayam. Infeksi cacing ini terutama menyerang ayam usia 3-4
bulan. Spesimen dari parasit ini kadang-kadang ditemukan dalam telur. Cacing
ini berpindah tempat dari usus ke oviduct dan dapat masuk ke dalam telur pada
saat pembentukan telur tersebut. Cacing dewasa mudah dilihat dengan mata
telanjang karena panjang cacing dewasa mencapai ½ hingga 3 inchi. Pengobatan
akan sia-sia jika penyakit cacingan sudah parah. Sebaiknya dilakukan pengobatan
secara rutin untuk memotong siklus hidup cacing
1. Parasit cacing banyak ditemukan di
dalam tubuh dari ayam terutama di bagian usus
2. Cacing yang banyak ditemuan,
terutama adalah cacing pita, cacing kawat, cacing tambang, Ascaris lumbricoides
dan sebagainya.
3. Ayam yang cacingan memiliki
ciri-ciri : tubuh ayam menjadi kurus, nafsu makan berkurang, sayap kusam dan terkulai,
kotoran encer, berlendir berwarna keputihan dan kadang berdarah, pertumbuhan
lamban .
5.2 Saran
Sebaiknya bagi yang memelihara ayam dirumah agar diperhatikan tips-tips berikut :
1. Bersihkan kandang secara rutin agar
pertumbuhan bakteri/parasit berkurang
2. Berilah vaksinasi pada ayam dengan
dicampurkan ke dalam minuman ayam
3. Pemberian obat cacing
4. Bersihkan diri anda setelah
berkontak langsung dengan ayam, karena parasit, bakteri dan virus bisa menular
ke tubuh kita.
5. Masaklah daging ayam benar-benar
matang, karena cacing tertentu masih bisa hidup walau daging itu sudah dimasak.
Akibatnya larva cacing masuk ke tubuh kita saat kita mengkonsumsinya.;
DAFTAR PUSTAKA:
Anonymous.
2007. Nemanthelminthes. (Online). http://free.vlsm.org/v12. Diakses Tanggal 30
November 2008.
Anonymos. 2007. Kegitan Belajar IV: Nemanthelminthes. (Online).http://www.e-dukasi.net . Diakses Tanggal 30 November 2008.
Anonymous. 2005. Cacingan dan Pengobatannya. (Online). http://infovet.blogspot.com, Diakes Tanggal 30 November 2008.
Anonymos. 2007. Kegitan Belajar IV: Nemanthelminthes. (Online).http://www.e-dukasi.net . Diakses Tanggal 30 November 2008.
Anonymous. 2005. Cacingan dan Pengobatannya. (Online). http://infovet.blogspot.com, Diakes Tanggal 30 November 2008.
Sabtu, 14 September 2013
SISTEM PENCERNAAN HEWAN RUMINANSIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Ruminansia
merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut
juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin
"ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia
umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya
adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan
sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric
animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat
kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia,
maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi.
Rumen
atau perut besar merupakan bagian terbesar dari susunan lambung ruminansia.
Namun rumen tidak dapat dipisahkan dari ketiga bagian lainnya, oleh karena itu
akan dibahas juga mengenai retikulum, omasum, dan abomasum. Di samping
metabolisme dalam tubuh, pada ruminansia terjadi proses metabolisme dalam rumen
oleh mikroorganisme melalui proses fermentasi pakan. Fermentasi sendiri berasal
dari bahasa Latin fermentatio = dekomposisi enzimatik.
1.2. Tujuan
Penulisan
Selain untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas
mata pelajaran Biologi, pembuatan makalah ini juga mempunyai tujuan sebagai
berikut:
a. Memberikan gambaran mengenai proses
pencernaan dalam rumenansia.
b.
Memahami fungsi dan bagian berbagai sistem pencernaan.
c.
Mengenal Anatomi Sistem Ternak Ruminansia
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini hanya tentang pengenalan
sistem dan proses pencernaan ternak ruminansia
dan bagiannya serta fungsi masing-masing dari sistem tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN SISTEM PENCERNAAN HEWAN RUMINANSIA
2.1. Proses Pencernaan pada Ruminansia
Untuk setiap aktivitas fisiologik/faali dalam tubuh mahluk
hidup, khususnya manusia dan hewan piara, misalnya aktivitas organ-organ tubuh,
proses pertumbuhan, pemeliharaan kondisi tubuh, proses kerja, proses produksi
dan reproduksi, memerlukan sejumlah energi dan zat makanan pembangun atau zat
pemelihara tubuh. Energi dan zat makanan tersebut hanya diperoleh dari
pangan/pakan atau bahan makanan yang dikonsumsi yang dirombak dan diserap dalam
saluran pencernaan, kemudian dimetaboilsme dalam sel genap seperti sapi,
kerbau, domba, kambing, rusa, dan kijang yang merupakan subordo dari ordo Artiodactyla.
Nama ruminansia berasal dari bahasa Latin “ruminare” yang artinya mengunyah
kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan
memamah biak. Ruminansia merupakan ternak masa depan yang mampu meningkatkan
kesejahteraan manusia, karena hanya hewan ini yang mampu dengan baik
memanfaatkan bahan yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia. Hijauan seperti
rumput atau limbah pertanian yang tidak dimakan oleh manusia dapat
dikonversikan ke dalam makanan bernilai gizi tinggi yang dapat dikonsumsi oleh
manusia. Ternak non ruminansia selain kuda dan kelinci, pada suatu saat akan
merupakan saingan manusia, karena pakan ternak tersebut juga merupakan makanan
manusia.
Pada hewan berlambung tunggal, kegiatan pencernaan ini
sangat bergantung kepada aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin
yang terdapat dalam tubuh hewan tersebut. Pada beberapa hewan berlambung
tunggal tertentu yang termasuk herbivora seperti kuda dan kelinci, dalam batas
tertentu dapat memanfaatkan selulosa karena dibantu oleh mikroorganisme yang
terdapat dalam sekum. Pada ruminansia atau hewan berlambung jamak yang umumnya
pemakan tumbuh-tumbuhan, di samping enzim yang dihasilkan oleh kelenjar
eksokrin dan sel-sel khusus, juga terdapat sejumlah enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang terdapat dalam rumen, sehingga kelompok hewan ini mampu
memanfaatkan selulosa dengan baik. Sebagian besar makanannya terdiri atas serat
kasar dan saluran pencernaannya panjang dan lebih kompleks. Pada hewan ini,
serat kasar dirombak secara intensif melalui proses fermentasi di dalam rumen oleh
mikroorganisme rumen.
Umumnya pangan/pakan atau campuran berbagai pangan/pakan
yang disebut ransum yang dikonsumsi tidak dapat langsung diserap oleh usus.
Makanan tersebut harus diolah dahulu dalam alat pencernaan atau disebut proses
pencernaan. Proses pencernaan makanan ialah proses mekanis/fisik dan biokimiawi
yang bertujuan mengolah bahan makanan menjadi zat makanan atau dikenal zat gizi
yang mudah diserap oleh tubuh, bila zat makanan tersebut diperlukan. Proses
fisik dan biokimiawi bahan makanan tersebut hanya akan berjalan normal dan
efisien bila alat-alat pencernaan dan alat asesorinya dalam keadaan normal dan
mampu mengeluarkan enzim-enzim yang mempengaruhi proses pencernaan tersebut.
Alat pencernaan ini merupakan sistem organ yang terdiri atas lambung (gastrium)
dan usus (intestinum) sehingga dikenal dengan istilah sistem gastrointestinal
dan alat pembantunya atau asesori seperti gigi, lidah, pankreas, dan hati.
Alat pencernaan (Apparatus digestorius) terdiri atas
saluran pencernaan (Tractus alimentarius) dan organ pembantu (Organa
accesoria). Dilihat dari anatomi alat pencernaan, terdapat tiga kelompok
hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak (polygastric animals) antara
lain sapi, kerbau, rusa, domba, kambing dan kijang, kelompok hewan berlambung
tunggal (monogastric animals) antara lain manusia, anjing, kucing, babi,
kuda dan kelinci, dan hewan yang berlambung jamak semu (pseudo polygastric
animals) antara lain ayam, bebek, angsa, dan burung. Hewan yang berlambung
jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan yang berlambung tunggal
dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang merupakan hewan berlambung
jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam non-ruminansia.
Agar supaya memperoleh gambaran yang jelas bagaimana dan di
mana proses pencernaan baik kimiawi maupun mekanis dan bagaimana ternak
memanfaatkan bahan makanan berserat kasar tinggi, perlu diketahui dahulu sistem
pencernaan serta fungsi bagian-bagian dari alat pencernaan tersebut, khususnya
rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
2.2.Anatomi dan Fungsi Saluran Pencernaan Ruminansia
Saluran Pencernaan:
-
Mulut
-
Esofagus
-
Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum
-
Usus halus
-
Usus Besar (Kolon)
-
Rektum
2.2.1
Mulut
Pencernaan di mulut pertama kali di
lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke
pencernaan mekanis. Di dalm mulut terdapat saliva.
Pengertian saliva
Saliva adalah cairan kompleks yang
diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral.
Komposisi saliva:
Komposisi dari saliva meliputi
komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung
rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah
air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation),
khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya).
Sedangkan komponen organik pada
saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam
urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan
beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.
Selain itu, saliva juga mengandung
gas CO2, O2, dan N2. Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG
dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%
Fungsi saliva:
a.
membantu penelanan
b.
buffer (ph 8,4 – 8,5)
c.
suplai nutrien mikroba (70% urea)
Mekanisme sekresi saliva
Di kelenjar saliva, granula ssekretorik (zymogen) yang mengandung
enzim-enzim saliva dikeluarkan dari sel-sel asinar ke dalam duktus.
Karakteristik ketiga kelenjar saliva pada sebagai berikut: manusia
dapat diringkas
SALIVA : SAPI ± 150 liter/hari
SALIVA : SAPI ± 150 liter/hari
DOMBA ± 10 liter/hari
Enzim : Pregastric esterase
2.2.2
Lambung
Ruminansia
a. Rumen
Rumen merupakan bagian saluran
pencernaan vital pada ternak ruminansia. Pada rumen terjadi pencernaan secara
fermentatif dan pencernaan secara hidrolitik. Pencernaan fermentatif
membutuhkan bantuan mikroba dalam mencerna pakan terutama pakan dengan
kandungan selulase dan hemiselulase yang tinggi. Sedangkan pencernaan
hidrokitik membutuhkan bantuan enzim dalam mencerna pakan. Ternak ruminansia
besar seperti sapi potong dan sapi perah dapat memanfaatkan pakan dengan
kandungan nutrisi yang sangat rendah, akan tetapi boros dalam penggunaan
energi.
Rumen pada sapi dewasa merupakan
bagian yang mempunyai proporsi yang tinggi dibandingkan dengan proporsi bagian
lainnya. Rumen terletak di rongga abdominal bagian kiri. Rumen sering disebut
juga dengan perut beludru. Hal tersebut dikarenakan pada permukaan rumen
terdapat papilla dan papillae. Sedangkan substrat pakan yang dimakan akan mengendap
dibagian ventral. Pada retikulum dan rumen terjadi pencernaan secara
fermentatif, karena pada bagian tersebut terdapat bermilyaran mikroba.
LETAK: sebelah kiri rongga perut
ANATOMI :
·
Permukaan dilapisi papila (papila lidah) →
memperluas
·
permukaan untuk absorbs
·
Terdiri 4 kantong (saccus)
·
Terbagi menjadi 4 zona
KONDISI :
·
BK isi rumen : 10 -15%
·
Temperatur :
39-40ºC
·
pH = 6,7 – 7,0
·
BJ = 1,022 – 1,055
·
Gas: CO2, CH4, N2, O2, H2, H2S
·
mikroba: bakteri, protozoa, jamur
·
Anaerob
FUNGSI :
·
Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
·
Absorbsi : VFA, ammonia
·
Lokasi mixing
·
Menyimpan bahan makanan→ fermentasi
PEMBAGIAN ZONA DI DALAM RUMEN
PEMBAGIAN MIKROBIOLOGIS:
1)
Zona gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2, O2
2)
Zona apung (pad zone) : Ingesta yang mengapung
(ingesta baru dan mudah dicerna)
3)
Zona cairan (intermediate zone) : cairan dan
absorbsi
metabolit yang
terlarut dalam cairan (>>mikroba)
4)
Zona endapan (high density zone) : ingesta tidak dapat
dicerna dan benda-benda asing
b. Retikulum
Retikulum sering disebut sebagai
perut jalang atau hardware stomach. Fungsi retikulum adalah sebagai
penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan
langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding
penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan,
sehingga partikel pakan menjadi tercampur.
·
Secara fisik tidak terpisahkan dari rumen
·
Terdapat lipatan-lipatan esofagus yang meru-pakan
lipatan jaringan yg langsung dr esofagus ke omasum
·
Permukaan dalam : papila → sarang laba-laba (honey
comb) perut jala
Fungsi:
·
tempat fermentasi
·
membantu proses ruminasi
·
mengatur arus ingesta ke omasum
·
Absorpsi hasil fermentasi
·
tempat berkumpulnya benda-benda asing
c. Omasum
Omasum sering juga disebut dengan
perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2
sampai 6,5. Antara omasum dan abomasums terdapat lubang yang disebut omaso
abomasal orifice.
·
Letak : sebelah kanan(retikulum) grs
media (disebelah rusuk 7-11)
·
Bentuk : ellips
·
Permukaan dalam berbentuk laminae → perut buku (pada
lamina terdapat papila untuk absorpsi)
·
Fungsi: grinder, filtering, fermentasi, absorpsi)
d. Abomasum
Abomasum
sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice
adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Ph pada
abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian
kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat
berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa
ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan
oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal
menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat
terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik.
Letak :
·
dasar perut (kanan bawah)
·
Bentuk : memanjang
·
Bagian dalam terdapat tonjolan : fold → absorpsi
·
Terdiri 3 bagian:
·
kardia : sekresi mucus
·
Fundika: pepsinogen, renin, HCl,
mukus
·
Pilorika : sekresi mukus
·
Fungsi: - tempat permulaan pencernaan
enzimatis (perut sejati) → Pencernaan protein
·
mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum
2.2.3
Usus Halus
(Intestinum Tenue)
Fungsi :
pencernaan enzimatis dan absorpsi
Kedalam usus
halus masuk 4 sekresi:
·
Cairan duodenum: alkalis, fosfor, buffer
·
Cairan empedu: dihasilkan hati, K dan Na
(mengemulsikan lemak), mengaktifkan lipase pankreas, zat warna
·
Cairan pankreas: ion bikarbinat untuk menetralisir
asam lambung
·
Cairan usus
Pankreas
Letak : lengkungan duodenum
Mensekresikan enzim:
·
Amilase : alfa amilase, maltase, sukrase
·
Protease : tripsinogen,
kemotripsinogen,prokarboksi, peptidase
·
Lipase : lipase, lesitinase,
fosfolapase, kolesterol, esterase
·
Nuklease: ribonuklease, deoksi ribonuklease
2.2.4
SEKUM DAN KOLON
Bentuk:
tabung berstruktur sederhana, kondisi = rumen
·
Fungsi: fermentasi oleh mikroba
·
Absorpsi VFA dan air → kolon
·
Konsentrasi VFA: sekum: 7 mM, kolon: 60 mM (rumen =
100 – 150 mM)
2.3.SISTEM PENCERNAAN
MAKANAN PADA RUMINANSIA
Struktur khusus sistem
pencernaan hewan ruminansia:
1.
|
Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk
menjepit makanan berupa tetumbuhan seperti rumput.
|
2.
|
Geraham belakang (Molar) memiliki bentuk datar
dan lebar.
|
3.
|
Rahang dapat bergerak menyamping untuk
menggiling makanan.
|
4.
|
Struktur lambung memiliki empat ruangan,
yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan Abomasum.
|
Gbr. Saluran pencernaan hewan pemamah biak
|
Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama
dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus.
Namun demikian, struktur alat pencernaan kadang-kadang berbeda antara hewan
yang satu dengan hewan yang lain.
Sapi, misalnya, mempunyai susunan gigi sebagai
berikut:
3
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Rahang atas
|
M
|
P
|
C
|
I
|
I
|
C
|
P
|
M
|
Jenis gigi
|
3
|
3
|
-
|
4
|
4
|
-
|
3
|
3
|
Rahang bawah
|
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan
memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi
memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan
fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan
yang terdiri atas 50% selulosa.
Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus
(kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi
(mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan
sekitar 5 cm.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi
rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan
sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga
terjadi proses pembusukan dan fermentasi.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen,
retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai
dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum
7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan pada saat
otot sfinkter berkontraksi.
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai
gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan
protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang
dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan
diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi
gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan
dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan
akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar
yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan
diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih
terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan
merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di
abomasum karena pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun
dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan
demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Asam lemak serta protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan susu pada
sapi. Nah, inilah alasan mengapa hanya dengan memakan rumput, sapi dapat
menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur
lambung seperti pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau
pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak
mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi
yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih
kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada
sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada
lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa
tertentu.
Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh
seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung
banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci.
Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan
sekum karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar
dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil
dan pencernaan berlangsung dengan
cepat.
Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40
meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari
serat (selulosa). Enzim selulase yang
dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa
menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang
dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Tidak tertutup kemungkinan
bakteri yang ada di sekum akan keluar dari tubuh organisme bersama feses,
sehingga di dalam feses (tinja) hewan yang mengandung bahan organik akan
diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas bio).
2.4.
GANGGUAN DAN KELAINAN SISTEM PENCERNAAN
Gangguan Sistem Pencernaan
• Apendikitis
|
Þ
|
Radang usus buntu.
|
• Diare
|
Þ
|
Feses yang sangat cair akibat peristaltik yang
terlalu cepat.
|
• Kontipasi (Sembelit)
|
Þ
|
Kesukaran dalam proses Defekasi (buang air
besar)
|
• Maldigesti
|
Þ
|
Terlalu banyak makan atau makan suatu zat yang
merangsang lambung.
|
• Parotitis
|
Þ
|
Infeksi pada kelenjar parotis disebut juga
Gondong
|
• Tukak Lambung/Maag
|
Þ
|
"Radang" pada dinding lambung,
umumnya diakibatkan infeksi Helicobacter pylori
|
• Xerostomia
|
Þ
|
Produksi air liur yang sangat sedikit
|
Gangguan pada sistem
pencernaan makanan dapat disebabkan oleh pola makan yang salah, infeksi
bakteri, dan kelainan alat pencernaan. Di antara gangguan-gangguan ini adalah
diare, sembelit, tukak lambung, peritonitis, kolik, sampai pada infeksi usus
buntu (apendisitis).
2.4.1
Diare
Apabila kim dari perut
mengalir ke usus terlalu cepat maka defekasi menjadi lebih sering dengan feses
yang mengandung banyak air. Keadaan seperti ini disebut diare. Penyebab diare
antara lain ansietas (stres), makanan tertentu, atau organisme perusak yang
melukai dinding usus. Diare dalam waktu lama menyebabkan hilangnya air dan
garam-garam mineral, sehingga terjadi dehidrasi.
2.4.2
Konstipasi (Sembelit)
Sembelit terjadi jika
kim masuk ke usus dengan sangat lambat. Akibatnya, air terlalu banyak diserap
usus, maka feses menjadi keras dan kering. Sembelit ini disebabkan karena
kurang mengkonsumsi makanan yang berupa tumbuhan berserat dan banyak
mengkonsumsi daging.
2.4.3
Tukak Lambung (Ulkus)
Dinding lambung
diselubungi mukus yang di dalamnya juga terkandung enzim. Jika pertahanan mukus
rusak, enzim pencernaan akan memakan bagian-bagian kecil dari lapisan permukaan
lambung. Hasil dari kegiatan ini adalah terjadinya tukak lambung. Tukak lambung
menyebabkan berlubangnya dinding lambung sehingga isi lambung jatuh di rongga
perut. Sebagian besar tukak lambung ini disebabkan oleh infeksi bakteri jenis
tertentu.
Beberapa gangguan lain
pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis; merupakan
peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain adalah salah cerna
akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti alkohol dan cabe yang
mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus
halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan
lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang
pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada
lambung adalah gastritis atau peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks
terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut apendisitis.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari semua hasil pembahasan tentang sistem dan proses
pencernaan pada ternak ruminansia , maka dapat disimpulkan bahwa saluran
pencernaan ruminansia (dalam hal ini kambing), pencernaannya secara sistematis
terdiri atas mulut, esophagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums, duodenum,
yeyenum, ileum, secum, colon, dan anus.
Yang membedakannya dengan sistem pencernaan
non-ruminansia adalah pada jumlah lambungnya, non-ruminansia hanya mempunyai 1
lambung, sedangkan ruminansia mempunyai lambung yang terdiri dari 4 bagian yang
masing-masing mempunyai fungsi spesifiik masing-masing
3.2.Kritik dan Saran
Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu,
kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
-
Muhtarudin. 2002. Pengaruh Amoniasi, Hidrolisat Bulu
Ayam, Daun Singkong, dan Campuran Lisin-Zn-Minyak Lemuru terhadapo Penggunaan
Pakan pada Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor
-
Kosnoto, M. 1999. Sistem Pencernaan Pada Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga, Surabaya.
-
Pratiwi,dkk. 2007. Biologi untuk SMA
kelas XI. Erlangga. Jakarta.
-
Rasyid, G., A. B. Sudarmadji, dan Sriyana. 1996. Pencernaan
Hewan Pemamah Biak. Karangploso. Malang.
-
Sumarwan,dkk. 2000. IPA Biologi untuk SMP kelas 2.
Erlangga. Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)